Prawacana
Islam sebagai suatu agama yang di dasarkan pada ajaran
al-Qur’an dan Sunnah, merupakan suatu agama yang memberikan tuntunan tidak saja
yang berhubungan secara vertical dengan Tuhan, lebih dari itu Islam juga
memberikan tuntunan pada seluruh aspek kehidupan. Islam mengartikan agama juga tidak
saja berkaitan dengan spritualitas maupun ritualitas, namun Islam merupakan
serangkaian keyakinan, ketentuan, dan aturan serta tuntutan moral bagi setiap
aspek kehidupan manusia. Dan lebih dari itu, Islam memandang agama sebagai
sarana kehidupan –the way of life- yang melekat pada setiap aktivitas
kehidupan, baik ketika manusia berhubungan ritual dengan Tuhan maupun
berinteraksi dengan sesama manusia.
Islam memandang
keseluruhan aktivitas manusia di bumi ini sebagai sunnatullah, termasuk didalamnya aktivitas ekonomi, Ia
menempatkan kegiatan ekonomi sebagai salah satu aspek penting untuk mendapatkan
kemuliaan, dan kerenanya kegiatan ekonomi –seperti kegiatan lainnya- perlu
dikontrol dan dituntun agar sejalan dengan tujuan syari’at. Islam memberikan
tuntunan bagaimana seharusnya beribadah kepada Tuhan –ibadah mahdhah-
serta bagaimana juga berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat –mua’malah-,
baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bernegara, berekonomi, dan
sebagainya.
Sebagai
agama universal, Islam memiliki tanggung jawab terhadap kesejahteraan manusia,
maka termasuk bagaimana manusia mempertahankan hidupnya, Islam juga telah
memberikan tuntunan berekononomi secara Islami. Banyak contoh yang diajarkan
dalam masalah ekonomi, baik pada masa-masa awal Islam diturunkan hingga
menjelang wafatnya Rasulullah saw, yang dapat dijadikan acuan atau paling tidak
sebagai perbandingan bagaimana Islam memberikan perhatian yang cukup besar
terhadap kesejahteraan ummatnya tidak saja d iakhirat tapi juga di dunia.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun hanya akan menyampaikan
sejarah pemikiran ekonomi Islam khususnya pada masa Khulafa al-Rasyidin,
penyusun mengira bahwa ini perlu
mengingat adanya anggapan bahwa ekonomi Islam tidak lain hanyalah derivasi dari
ekonomi kapitalis. Dengan memberikan fakta sejarah penyusun berharap paling
tidak dapat mengungkap autentikasi ekonomi Islam. Berdasarkan sifat kajiannya
maka penulisan ini pure menggunakan metode deskriptif serta
kajian pustaka. Sedangkan dalam tehnik pengumpulan datanya adalah dilakukan
dengan cara menelaah sejumlah bahan referensi, baik kitab juga buku yang
relevan dengan pembahasan.
Pemikiran
Ekonomi Islam:
Sebagai sebuah
kajian ilmu pengetahuan modern, ekonomi Islam baru muncul pada era tujuh-puluhan,
namun pemikiran tentang ekonomi Islam sendiri sudah ada bersamaan diturunkannya
Islam melalui Nabi Muhammad saw, yang kemudian dilanjutkan oleh sahabat-sahabat
yang masyhur di sebut dengan Khulafa al-Rasyidin dibawah ini profil dan pemikiran-pemikiran
mereka ;
a. Abu
Bakar al-Shiddiq (51 SH-13 H/537-634 M)
Nama lengkapnya
adalah Abdullah Ibn Abu Quhafah al-Tamimi, khalifah pertama dari Khulafa
al-Rasyidin, sahabat terdekat Nabi saw, dan salah seoarang yang pertama
masuk Islam -al-sabiqun al-awwalun-.[1]
Pada masa
pemerintahannya yang hanya berlangsung selama dua tahun, Abu Bakar lebih banyak
terkonsentrasi pada persoalan dalam negeri, dimana saat itu harus berhadapan
dengan kelompok murtad, pembangkang zakat, dan nabi palsu. Yang berakhir dengan
keputusan untuk berperang yang kemudian dikenal dengan perang riddah
–perang melawan kemurtadan-.[2]
Kemudian setelah menyelasaikan persoalan tersebut, Abu Bakar mulai melakukan
ekspansi ke wilayah utara untuk menghadapi pasukan Romawi dan Persia.[3]
Dalam
masalah perekonomian Abu Bakar tidak banyak melakukan perubahan, Ia meneruskan sistem
perekonomian yang telah di bangun Nabi seperti membangun kembali Bait al-Mal,
melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan serta mengambil
alih tanah orang murtad untuk dimanfaatkan demi kepentingan umat
Islam.[1]
Selanjutya dalam
mendistribusikan harta Bait al-Mal Abu bakar menerapkan prinsip
kesamarataan yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat dan tidak
membeda-bedakan antara sahabat, antara budak dan orang merdeka, bahkan antara
pria dan wanita. Sehingga harta Bait al-Mal tidak pernah menumpuk dalam
jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikannya, Abu Bakar juga
mempelopori adanya sistem penggajian bagi aparat negara. [2]
b. Umar Ibn
Khattab (40 SH-23 H/584-644 M)
Umar Ibn Khattab
merupakan khalifah Islam kedua, Ia menyebut dirinya sebagai Khalifah
Khalifati Rasulullah –pengganti dan pengganti Rasulullah-, kemudian Ia juga
yang memperkenalkan istilah Amir al-Mukminin -komandan Orang-orang
beriman-.[3]
pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama sepuluh tahun Ia banyak
melakukan ekspansi hingga wilayah Islam meliputi jazirah Arab, sebagian wilayah
kekuasaan romawi seperti Syria, Palestina, dan Mesir, serta seluruh wilayah
kerajaan Persia. Atas prestasi inilah orang barat menjulukinya sebagai the Saint Paul of Islam.[4]
Dalam
masalah perekonomian Umar Ibn Khattab dipandang banyak melakukan inovasi, hal
ini bisa dilihat dari beberapa pemikiran dan gagasannya yang mampu mengangkat
citra Islam pada masanya. Dengan semakin luasnya daerah kekuasaan Islam Umar
mulai memberlakukan administrasi negara juga membentuk jawatan kepolisian serta
tenaga kerja.[5]
Dalam bidang pertanian Umar mengambil langkah-langkah penting, misalnya. Ia
menghadiahkan tanah pertanian kepada masyarakat dengan syarat mampu
menggarapnya, membuat saluran irigasi, serta mendirikan lembaga yang khusus
untuk mendukung programnya tersebut.[6]
Sedangkan dalam bidang perdagangan Umar juga
menyempurnakan hukum perdagangan yang mengatur tentang pajak, dan
mendirikan pasar-pasar yang bertujuan untuk mengerakkan roda perekonomian
rakyat.[1]
Selain hal
tersebut, Umar juga menjadikan Bait al-Mal yang memang sudah ada sejak pemerintahan
sebelumnya menjadi reguler dan permanent, kemudian dibangun cabang-cabang di
ibu kota
provinsi. Berbeda dengan Abu Bakar, Umar dalam mendistribusikan harta Bait al
Mal menerapkan prinsip keutamaan. Selain itu Umar juga mendirikan Dewan
yakni sebuah kantor yang betugas memberikan tunjangan bagi angkatan perang,
pensiunan, serta tunjangan lain. Disamping itu Umar juga mendirikan lembaga
survey yang dikenal dengan Nassab yang bertugas melakukan sensus
terhadap penduduk Madinah.[2]
Selain itu, Umar juga memperkenalkan system jaga malam dan patroli serta
mendirikan dan mensubsidi sekolah dan masjid.[3]
c. Ustman
Ibn Affan (47 SH- 35 H/577-656 M)
Pada masa
pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, Khalifah Usman Ibn Affan
berhasil memperluas kekuasan Islam sampai kewilayah Armenia, Tunisia, Cyprus,
Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, serta Tabaristan.
Selain itu Ia juga berhasil menumpas pemberontakan yang terjadi di daerah
Khurasan dan Iskandariah.[4]
Pada enam tahun
awal kekuasaanya, Ustman lebih terkonsentrasi melakukan penataan baru dengan
mengikuti kebijakan khalifah sebelumnya. Hal ini paling tidak didasari atas
semakin luasnya kekuasaan Islam, dengan kata lain bahwa sumber pemasukan negara
dari berbagai unsur seperti zakat, jizyah, dan ghanimah semakin
besar.[5]
Dalam mengembangkan sumber daya alam, Ustman melakukan pembuatan saluran air,
pembangunan jalan, serta pembentukan organisasi kepolisian secara permanent
guna mengamankan jalur perdagangan.[6]
Selain
itu, Ustman juga memperkenalkan tradisi mendistribusikan makanan di masjid
untuk fakir miskin dan musafir.[7]
Selama pemerintahannya Ustman juga melakukan perubahan administrasi tingkat
atas dan mengganti beberapa gubernur, dalam
pengelolaan tanah negara Ustman menerapkan kebijakan
membagi-bagikannya kepada individu-individu.[1]
Sedangkan dalam pendistribusian harta Bait al-mal Ustman menerapkan
prinsip keutamaan seperti halnya yang dilakukan Umar.
Memasuki enam tahun
kedua pemerintahannya, tidak terdapat perubahan mendasar dalam bidang perekonomian,
hal ini lebih disebabkan karena mulai banyaknya kekecewaan kaum muslimin yang
ditimbulkan oleh kebijakan Ustman sendiri yang dianggap banyak menguntungkan
keluarga Khalifah.
d. Ali Ibn Abi Thalib (23 SH-40 H/600-661 M)
Khalifah keempat
ini mewarisi kendali pemerintahan dengan wilayah yang sangat luas, namun
demikian hal tersebut tidak berarti bahwa Ia dengan mudahnya menjalankan roda
pemerintahan, sebab Ali juga mewarisi persoalan politik yang sangat berpotensi
menciptakan konflik dari pemerintahan sebelumnya.
Khalifah yang
terkenal sangat sederhana ini, tidak memiliki banyak kesempatan untuk
mengembangkan system perekonomian, hal ini disebabkan banyaknya konflik yang
terjadi pada masa pemerintahannya yang hanya berlangsung selama enam tahun.
Terbunuhnya Khalifah Ustman menjadi isu sentral merebaknya konflik-konflik
tersebut. Namun demikian patut dicatat bahwa dalam mengelola perekonomian Ia
sangat berhati-hati terlebih dalam membelanjakan keuangan negara. Bahkan
diriwayatkan juga Ali menarik diri dari daftar penerima gaji dan bahkan
menyumbang sebesar 5000 Dirham setiap tahunnya. Dalam masalah perekonomian satu
hal yang sangat monumental dari pemerintahan Ali adalah pencetakan mata uang
sendiri atas nama pemerintahan Islam.[2][3]
Selain itu Ali juga
membentuk kepolisian secara resmi yang disebut syurthah, sedangkan dalam
mendistribusikan harta Bait al-Mal Ali mengeluarkannya semua tanpa ada
cadangan dengan prinsip pemerataan distribusi uang rakyat.
Post-Wacana
Sejarah pemikiran ekonomi Islam berawal sejak al-Qur’an
dan Hadits ada, yaitu pada masa kehidupan Nabi Muhammad saw pada abad ke-7
Masehi. Pemikiran-
pemikiran ekonomi Islam pada masa berikutnya pada dasarnya berusaha
untuk mengembangkan konsep-konsep Islam sesuai dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi. Tentu, dengan tetap bersandar pada al-Qur’an dan Hadits.
Demikianlah makalah
sederhana ini penyusun sampaikan, jujur, ditengah kekosongan teori tentang
ekonomi Islam penyusun tetap berusaha menyajikannya supaya tetap layak disebut
sebagai karya ilmiah. Namun demikian penyusun tetap saja berharap pada masukan
konstruktif untuk penyempurnaan makalah ini, selain untuk menambah keutuhan
penyusun dalam memahami teori ekonomi Islam –yang memang kosong- dan
menyelesaikan tugas kuliah, tentu juga hasilnya dapat nilai plus.
[1] . Pegiat pada Centre for Islamic Law and Political Studies
[CILAPS], Post Graduate IAIN ar-Raniry Banda Aceh NAD
[2] . Azyumardi Azra, dkk. Ensiklopedi Islam, (Ichtiar Baru van
Hoeve, Jakarta
: tt), jilid. I. hal. 53
[3] . Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Raja Grafindo
Persada, Jakarta : 1994), hal. 36
[4]. Adimarwan Azwar Karim, Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, (Rajawali Press, Jakarta : 2006), hal.54-55
[5] . Afzalurrahman, Doktrin
Ekonomi Islam, (Dhana Bakti Wakaf, Jogyakarta : 1995), hal. 320
[6] . Ibid. Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam…………, hal. 324
[7]. Ibid. Azyumardi Azra, dkk. Ensiklopedi
Islam …….,Jilid. 7 hal. 175. lihat juga dalam Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam……., hal. 37
[8] . Tulisan ini diambil dari, M. A Sabzwari, Economic and Fiscal
System During Khilafat E-Rasyida, dalam Journal of Islamic Banking and
Finance, Karachi, Vol. 2 No. 4, 1985, hal. 50. yang di nukil juga oleh
Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran………., hal. 58
[9] . lihat dalam Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam……., hal. 37-38
[10] . Tim Penulis P3EI UII Jogyakarta, Ekonomi Islam, (Raja
Grafindo Persada, Jakarta
: 2008), hal. 102
[11] . lihat dalam Ibid Tim Penulis P3EI UII Jogyakarta, Ekonomi
Islam…, hal. 102, serta dalam Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran……….,
hal. 70-71
[12] . Ibid Tim Penulis P3EI UII Jogyakarta, Ekonomi Islam…, hal.
103
[13] . Ibid. Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran………., hal.
77
[14] . Ahmad Sya’labi, Sejarah dan kebudayaan Islam, (Pustaka
Al-Husna, Jakarta : 1994), hal. 270
[15] . Ibid Tim Penulis P3EI UII Jogyakarta, Ekonomi Islam…, hal.
104
[16] . Ibid. Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran………., hal.
80-81
[17] . Ibid. Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran………., hal.
80
[18]. Lebih jelasnya
lihat dalam Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam……., hal. 45
[19] . Ibid Tim Penulis P3EI UII Jogyakarta, Ekonomi Islam…, hal.
104
[20]. Ibid. Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran………., hal. 80
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Afzalurrahman, Doktrin
Ekonomi Islam, Dhana Bakti Wakaf, Jogyakarta : 1995
Azra,Azyumardi dkk. Ensiklopedi Islam, Ichtiar Baru
van Hoeve, Jakarta
: tt
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo
Persada, Jakarta
: 1994
Karim,Adimarwan Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,
Rajawali Press, Jakarta
: 2006
M. A Sabzwari, Economic and Fiscal System During Khilafat
E-Rasyida, dalam Journal of Islamic Banking and Finance, Karachi,
Vol. 2 No. 4, 1985
Tim Penulis P3EI UII Jogyakarta, Ekonomi Islam, Raja
Grafindo Persada, Jakarta
: 2008
Sya’labi, Ahmad, Sejarah dan kebudayaan
Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta
: 1994