Featured Article

Selasa, 28 Januari 2014

PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM (Kajian Terhadap Sistem Perekonomian Khulafa al-Rasyidin)


Prawacana
Islam sebagai suatu agama yang di dasarkan pada ajaran al-Qur’an dan Sunnah, merupakan suatu agama yang memberikan tuntunan tidak saja yang berhubungan secara vertical dengan Tuhan, lebih dari itu Islam juga memberikan tuntunan pada seluruh aspek kehidupan. Islam mengartikan agama juga tidak saja berkaitan dengan spritualitas maupun ritualitas, namun Islam merupakan serangkaian keyakinan, ketentuan, dan aturan serta tuntutan moral bagi setiap aspek kehidupan manusia. Dan lebih dari itu, Islam memandang agama sebagai sarana kehidupan –the way of life- yang melekat pada setiap aktivitas kehidupan, baik ketika manusia berhubungan ritual dengan Tuhan maupun berinteraksi dengan sesama manusia.
            Islam memandang keseluruhan aktivitas manusia di bumi ini sebagai  sunnatullah,  termasuk didalamnya aktivitas ekonomi, Ia menempatkan kegiatan ekonomi sebagai salah satu aspek penting untuk mendapatkan kemuliaan, dan kerenanya kegiatan ekonomi –seperti kegiatan lainnya- perlu dikontrol dan dituntun agar sejalan dengan tujuan syari’at. Islam memberikan tuntunan bagaimana seharusnya beribadah kepada Tuhan –ibadah mahdhah- serta bagaimana juga berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat –mua’malah-, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bernegara, berekonomi, dan sebagainya.
            Sebagai agama universal, Islam memiliki tanggung jawab terhadap kesejahteraan manusia, maka termasuk bagaimana manusia mempertahankan hidupnya, Islam juga telah memberikan tuntunan berekononomi secara Islami. Banyak contoh yang diajarkan dalam masalah ekonomi, baik pada masa-masa awal Islam diturunkan hingga menjelang wafatnya Rasulullah saw, yang dapat dijadikan acuan atau paling tidak sebagai perbandingan bagaimana Islam memberikan perhatian yang cukup besar terhadap kesejahteraan ummatnya tidak saja d iakhirat tapi juga di dunia.

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun hanya akan menyampaikan sejarah pemikiran ekonomi Islam khususnya pada masa Khulafa al-Rasyidin, penyusun  mengira bahwa ini perlu mengingat adanya anggapan bahwa ekonomi Islam tidak lain hanyalah derivasi dari ekonomi kapitalis. Dengan memberikan fakta sejarah penyusun berharap paling tidak dapat mengungkap autentikasi ekonomi Islam. Berdasarkan sifat kajiannya maka penulisan ini pure menggunakan metode deskriptif serta kajian pustaka. Sedangkan dalam tehnik pengumpulan datanya adalah dilakukan dengan cara menelaah sejumlah bahan referensi, baik kitab juga buku yang relevan dengan pembahasan.
Pemikiran Ekonomi Islam:
            Sebagai sebuah kajian ilmu pengetahuan modern, ekonomi Islam baru muncul pada era tujuh-puluhan, namun pemikiran tentang ekonomi Islam sendiri sudah ada bersamaan diturunkannya Islam melalui Nabi Muhammad saw, yang kemudian dilanjutkan oleh sahabat-sahabat yang masyhur di sebut dengan Khulafa al-Rasyidin  dibawah ini profil dan pemikiran-pemikiran mereka ;

a. Abu Bakar al-Shiddiq (51 SH-13 H/537-634 M)
            Nama lengkapnya adalah Abdullah Ibn Abu Quhafah al-Tamimi, khalifah pertama dari Khulafa al-Rasyidin, sahabat terdekat Nabi saw, dan salah seoarang yang pertama masuk Islam -al-sabiqun al-awwalun-.[1]
            Pada masa pemerintahannya yang hanya berlangsung selama dua tahun, Abu Bakar lebih banyak terkonsentrasi pada persoalan dalam negeri, dimana saat itu harus berhadapan dengan kelompok murtad, pembangkang zakat, dan nabi palsu. Yang berakhir dengan keputusan untuk berperang yang kemudian dikenal dengan perang riddah –perang melawan kemurtadan-.[2] Kemudian setelah menyelasaikan persoalan tersebut, Abu Bakar mulai melakukan ekspansi ke wilayah utara untuk menghadapi pasukan Romawi dan Persia.[3]         
            Dalam masalah perekonomian Abu Bakar tidak banyak melakukan perubahan, Ia meneruskan sistem perekonomian yang telah di bangun Nabi seperti membangun kembali Bait al-Mal, melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan serta mengambil
alih tanah orang murtad untuk dimanfaatkan demi kepentingan umat Islam.[1]   Selanjutya dalam mendistribusikan harta Bait al-Mal Abu bakar menerapkan prinsip kesamarataan yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat dan tidak membeda-bedakan antara sahabat, antara budak dan orang merdeka, bahkan antara pria dan wanita. Sehingga harta Bait al-Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikannya, Abu Bakar juga mempelopori adanya sistem penggajian bagi aparat negara. [2]

b. Umar Ibn Khattab (40 SH-23 H/584-644 M)
            Umar Ibn Khattab merupakan khalifah Islam kedua, Ia menyebut dirinya sebagai Khalifah Khalifati Rasulullah –pengganti dan pengganti Rasulullah-, kemudian Ia juga yang memperkenalkan istilah Amir al-Mukminin -komandan Orang-orang beriman-.[3] pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama sepuluh tahun Ia banyak melakukan ekspansi hingga wilayah Islam meliputi jazirah Arab, sebagian wilayah kekuasaan romawi seperti Syria, Palestina, dan Mesir, serta seluruh wilayah kerajaan Persia. Atas prestasi inilah orang barat menjulukinya sebagai the Saint Paul of Islam.[4]
            Dalam masalah perekonomian Umar Ibn Khattab dipandang banyak melakukan inovasi, hal ini bisa dilihat dari beberapa pemikiran dan gagasannya yang mampu mengangkat citra Islam pada masanya. Dengan semakin luasnya daerah kekuasaan Islam Umar mulai memberlakukan administrasi negara juga membentuk jawatan kepolisian serta tenaga kerja.[5] Dalam bidang pertanian Umar mengambil langkah-langkah penting, misalnya. Ia menghadiahkan tanah pertanian kepada masyarakat dengan syarat mampu menggarapnya, membuat saluran irigasi, serta mendirikan lembaga yang khusus untuk mendukung programnya tersebut.[6] Sedangkan dalam bidang perdagangan Umar juga
menyempurnakan hukum perdagangan yang mengatur tentang pajak, dan mendirikan pasar-pasar yang bertujuan untuk mengerakkan roda perekonomian rakyat.[1]
            Selain hal tersebut, Umar juga menjadikan Bait al-Mal yang memang sudah ada sejak pemerintahan sebelumnya menjadi reguler dan permanent, kemudian dibangun cabang-cabang di ibu kota provinsi. Berbeda dengan Abu Bakar, Umar dalam mendistribusikan harta Bait al Mal menerapkan prinsip keutamaan. Selain itu Umar juga mendirikan Dewan yakni sebuah kantor yang betugas memberikan tunjangan bagi angkatan perang, pensiunan, serta tunjangan lain. Disamping itu Umar juga mendirikan lembaga survey yang dikenal dengan Nassab yang bertugas melakukan sensus terhadap penduduk Madinah.[2] Selain itu, Umar juga memperkenalkan system jaga malam dan patroli serta mendirikan dan mensubsidi sekolah dan masjid.[3]

c. Ustman Ibn Affan (47 SH- 35 H/577-656 M)
            Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, Khalifah Usman Ibn Affan berhasil memperluas kekuasan Islam sampai kewilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, serta Tabaristan. Selain itu Ia juga berhasil menumpas pemberontakan yang terjadi di daerah Khurasan dan Iskandariah.[4]
            Pada enam tahun awal kekuasaanya, Ustman lebih terkonsentrasi melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan khalifah sebelumnya. Hal ini paling tidak didasari atas semakin luasnya kekuasaan Islam, dengan kata lain bahwa sumber pemasukan negara dari berbagai unsur seperti zakat, jizyah, dan ghanimah semakin besar.[5] Dalam mengembangkan sumber daya alam, Ustman melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan, serta pembentukan organisasi kepolisian secara permanent guna mengamankan jalur perdagangan.[6]
            Selain itu, Ustman juga memperkenalkan tradisi mendistribusikan makanan di masjid untuk fakir miskin dan musafir.[7] Selama pemerintahannya Ustman juga melakukan perubahan administrasi tingkat atas dan mengganti beberapa gubernur, dalam
pengelolaan tanah negara Ustman menerapkan kebijakan membagi-bagikannya kepada individu-individu.[1] Sedangkan dalam pendistribusian harta Bait al-mal Ustman menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya yang dilakukan Umar.
            Memasuki enam tahun kedua pemerintahannya, tidak terdapat perubahan mendasar dalam bidang perekonomian, hal ini lebih disebabkan karena mulai banyaknya kekecewaan kaum muslimin yang ditimbulkan oleh kebijakan Ustman sendiri yang dianggap banyak menguntungkan keluarga Khalifah.

d. Ali Ibn Abi Thalib (23 SH-40 H/600-661 M)
            Khalifah keempat ini mewarisi kendali pemerintahan dengan wilayah yang sangat luas, namun demikian hal tersebut tidak berarti bahwa Ia dengan mudahnya menjalankan roda pemerintahan, sebab Ali juga mewarisi persoalan politik yang sangat berpotensi menciptakan konflik dari pemerintahan sebelumnya.
            Khalifah yang terkenal sangat sederhana ini, tidak memiliki banyak kesempatan untuk mengembangkan system perekonomian, hal ini disebabkan banyaknya konflik yang terjadi pada masa pemerintahannya yang hanya berlangsung selama enam tahun. Terbunuhnya Khalifah Ustman menjadi isu sentral merebaknya konflik-konflik tersebut. Namun demikian patut dicatat bahwa dalam mengelola perekonomian Ia sangat berhati-hati terlebih dalam membelanjakan keuangan negara. Bahkan diriwayatkan juga Ali menarik diri dari daftar penerima gaji dan bahkan menyumbang sebesar 5000 Dirham setiap tahunnya. Dalam masalah perekonomian satu hal yang sangat monumental dari pemerintahan Ali adalah pencetakan mata uang sendiri atas nama pemerintahan Islam.[2][3]
            Selain itu Ali juga membentuk kepolisian secara resmi yang disebut syurthah, sedangkan dalam mendistribusikan harta Bait al-Mal Ali mengeluarkannya semua tanpa ada cadangan dengan prinsip pemerataan distribusi uang rakyat.
           
Post-Wacana
            Sejarah pemikiran ekonomi Islam berawal sejak al-Qur’an dan Hadits ada, yaitu pada masa kehidupan Nabi Muhammad saw pada abad ke-7 Masehi. Pemikiran-
pemikiran ekonomi Islam pada masa berikutnya pada dasarnya berusaha untuk mengembangkan konsep-konsep Islam sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Tentu, dengan tetap bersandar pada al-Qur’an dan Hadits.
            Demikianlah makalah sederhana ini penyusun sampaikan, jujur, ditengah kekosongan teori tentang ekonomi Islam penyusun tetap berusaha menyajikannya supaya tetap layak disebut sebagai karya ilmiah. Namun demikian penyusun tetap saja berharap pada masukan konstruktif untuk penyempurnaan makalah ini, selain untuk menambah keutuhan penyusun dalam memahami teori ekonomi Islam –yang memang kosong- dan menyelesaikan tugas kuliah, tentu juga hasilnya dapat nilai plus.


 
[1] . Pegiat pada Centre for Islamic Law and Political Studies [CILAPS], Post Graduate IAIN ar-Raniry Banda Aceh NAD
[2] . Azyumardi Azra, dkk. Ensiklopedi Islam, (Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta : tt), jilid. I. hal. 53
[3] . Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Raja Grafindo Persada, Jakarta : 1994), hal. 36
[4].  Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Rajawali Press, Jakarta : 2006), hal.54-55
[5] . Afzalurrahman,  Doktrin Ekonomi Islam, (Dhana Bakti Wakaf, Jogyakarta : 1995), hal. 320
[6] . Ibid.  Afzalurrahman,  Doktrin Ekonomi Islam…………, hal. 324
[7]. Ibid. Azyumardi Azra, dkk. Ensiklopedi Islam …….,Jilid. 7 hal. 175. lihat juga dalam Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam……., hal. 37
[8] . Tulisan ini diambil dari, M. A Sabzwari, Economic and Fiscal System During Khilafat E-Rasyida, dalam Journal of Islamic Banking and Finance, Karachi, Vol. 2 No. 4, 1985, hal. 50. yang di nukil juga oleh Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran………., hal. 58
[9] . lihat dalam Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam……., hal. 37-38
[10] . Tim Penulis P3EI UII Jogyakarta, Ekonomi Islam, (Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2008), hal. 102
[11] . lihat dalam Ibid Tim Penulis P3EI UII Jogyakarta, Ekonomi Islam…, hal. 102, serta dalam Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran………., hal. 70-71
[12] . Ibid Tim Penulis P3EI UII Jogyakarta, Ekonomi Islam…, hal. 103
[13] . Ibid. Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran………., hal. 77
[14] . Ahmad Sya’labi, Sejarah dan kebudayaan Islam, (Pustaka Al-Husna, Jakarta : 1994), hal. 270
[15] . Ibid Tim Penulis P3EI UII Jogyakarta, Ekonomi Islam…, hal. 104
[16] . Ibid. Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran………., hal. 80-81
[17] . Ibid. Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran………., hal. 80
[18]. Lebih jelasnya lihat dalam Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam……., hal. 45
  
[19] . Ibid Tim Penulis P3EI UII Jogyakarta, Ekonomi Islam…, hal. 104
[20]. Ibid. Adimarwan Azwar Karim, Sejarah Pemikiran………., hal. 80

 
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Afzalurrahman,  Doktrin Ekonomi Islam, Dhana Bakti Wakaf, Jogyakarta : 1995
Azra,Azyumardi dkk. Ensiklopedi Islam, Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta : tt
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta : 1994
Karim,Adimarwan Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Rajawali Press, Jakarta : 2006
M. A Sabzwari, Economic and Fiscal System During Khilafat E-Rasyida, dalam Journal of Islamic Banking and Finance, Karachi, Vol. 2 No. 4, 1985
Tim Penulis P3EI UII Jogyakarta, Ekonomi Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2008
Sya’labi, Ahmad, Sejarah dan kebudayaan Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta : 1994

Popular Posts