Rabu, 16 Oktober 2013

Berbisnis dengan Cinta

Tahukah Anda, apa kekuatan utama dalam bisnis?

Uang? Bukan
Kekuasaan? Juga bukan
Lalu, apa ?
Cinta!!!!

Ya, kekuatan utama yang mampu menggerakkan bisnis kita hingga mencapai kesuksesan adalah cinta. Dalam berbisnis, kita sering lupa bahwa yang kita hadapi setiap hari sebenarnya adalah manusia, bukan mesin atau computer. Sukses tidaknya kita berbisnis banyak bergantung dari dukungan orang – orang sekitar kita. Jika mereka mencintai kita, tentu mereka akan dengan sepenuh hati memberikan segalanya buat diri kita.

Bayangkan saja jika Anda sedang jatuh cinta kepada seseorang. Anda tentu selalu berusaha menyenangkan Sang Kekasih, bukan ? Apapun yang dimintanya, pasti akan diupayakan sekuat tenaga untuk dipenuhi Anda.

Selain itu, kita pun tentu harus mencintai apa yang kita kerjakan. Dengan demikian, kita akan melakukan pekerjaan itu dengan tulus, penuh komitmen, dan berusaha memberikan yang terbaik dari diri kita.

Maka, cinta bukan hanya elemen paling penting dalam kehidupan pribadi kita. Dalam kehidupan professional atau bisnis, cinta juga sangat berperan penting.

Ini pulalah yang dikemukakan Tim Sanders, Chief Solutions Officer di Yahoo!, dalam bukunya Love is the Killer App. Untuk berhasil dalam bisnis, seseorang harus menjadi apa yang disebut oleh Tim Sanders sebagai `lovecat'. `Lovecat' adalah seseorang yang pintar, mampu menyenangkan orang lain, dan mencintai apa yang dikerjakannya dengan sepenuh hati.

Seorang `lovecat' akan terus berupaya menambah pengetahuannya (knowledge) dalam berbagai bidang. Namun, pengetahuan ini baru akan menjadi berguna jika ia membaginya dengan orang lain. Karena itu, jika harus terus menjalin dan mengembangkan relasi dengan semua orang (network). Seorang `lovecat' juga harus bisa menunjukkan rasa empati kepada orang lain dan tidak segan – segan membantu jika diperlukan(compassion). Orang akan mengingat perlakuan baik kita ini. Dan jangan lupa, sikap ini juga akan membuat orang lebih mudah memaafkan jika kita membuat kesalahan.

Ketiga asset tidak terlihat (intangible assets) inilah – pengetahuan (knowledge), menjalin relasi (network), serta raa empati dan keinginan untuk selalu membantu (compassion) – yang harus terus dikembangkan dalam diri kita. Inilah aspek – aspek penting yang akan membuat kita mampu mempengaruhi orang lain, dan akhirnya membuat mereka menghargai kita sebagai seorang rekan ataupun pimpinan.

Kita juga harus menyadari, bisnis sebenarnya adalah sebuah permainan. Tentu saja, kita semua ingin memenangkan `permainan bisnis' ini. Pemenang permainan ini adalah orang yang mencintai apa yang ia kerjakan dengan memahami aturan – aturan permainan secara baik.

Namun, jika dibandingkan dengan pria, wanita tidak mengetahui dan memahami sebagian besar aturan itu. Akibatnya, mereka kurang berhasil dalam `permainan bisnis' ini. Bisa kita lihat, hanya sedikit wanita yang berhasil menduduki posisi puncak di berbagai perusahaan. Mengapa ? Pria tahu dan paham aturan – atuaran ini karena mereka menciptakannya. `Permainan bisnis' ini telah dimainkan oleh para pria sejak mereka masih sangat muda. Di lain pihak, wanita tidak pernah diajarkan bagaimana cara memainkan `permainan bisnis' ini.

Dalam bukunya Play Like A Man, win Like A Woman, Gail Evans, seorang Executive Vice President di CNN, mengatakan bahwa memang sudah dari sononya, pria lebih agresif, lebih terus – terang, berani mempromosikan diri, `berkulit badak' , dan lebih mementingkan mencapai kemenangan daripada menjaga hubungan baik.

Sebaliknya, wanita diajarkan untuk lebih bersikap koorperatif daripada kompetitif, lebih menikmati proses daripada hasil, dan lebih mencari persetujuan daripada mencari kesuksesan. Wanita juga cenderung tidak berani mengungkapkan pendapatnya, karena takut dianggap salah atau tidak sopan. Sifat – sifat dan sikap – sikap yang kelihatannya saling bertolak belakang inilah yang membuat sebagian besar wanita kurang berhasil menjadi pemimpin di lingkungan bisnis yang didominasi pria ini.

Jangan salah, wanita tidak harus `menjadi' pria untuk berhasil dalam bisnis. Memang, wanita harus mengetahui dan memahami aturan – aturan `permainan bisnis' ini. Namun, ia harus tetap bersikap sebagai seorang wanita. Dengan kata lain, seorang wanita harus mencintai `permainan bisnis' ini dan sekaligus mencintai dirinya sendiri.

Lantas, apa hubungannya semua ini dengan lanskap bisnis Venus seperti yang sudah saya ceritakan bulan lalu ?

Di dunia Venus ini, keunggulan kompetitif utama kita sebagian besar berasal dari feel benefit, bukan think benefit. Feeling atau perasaan merupakan akar yang dalam banyak hal mempengaruhi semua perilaku, karena perasaan terkait dengan emosi. Emosi sangat mempengaruhi pemikiran seseorang. Emosi membentuk dan mempengaruhi penilaian. Emosi pula yang membentuk perilaku.

Ingatlah pula, emosi ini `menular'. Maksudnya, jika karyawan perusahaan tidak mersa nyaman dengan apa yang dikerjakannya, tentu ia tidak akan mampu memberikan perasaan nyaman pula kepada pelanggan. Sebaliknya, jika karyawan itu mencintai apa yang dikerjakannya, tentu ia akan dengan senang hati melayani pelanggan dan membuat pelanggan merasa nyaman pula.

Maka, perhatikanlah hal ini dengan sungguh – sungguh!

Pemenang utama dalam `permainan bisnis' adalah orang yang mencintai apa yang dikerjakannya. Kita tidak dapat bermain dengan baik jika kita tidak menikmatinya. Maka, cintailah sebenarnya kebutuhan utama dan satu – satunya bagi kita, baik dalam kehidupan pribadi maupun professional. Ingat apa yang diakatan The Beatles, band legendaries yang juga merupakan band favorit saya, All You Need is Love ?

Bagaimana pendapat Anda?


Sumber: Berbisnis dengan Cinta oleh Hermawan Kartajaya. Hermawan Kartajaya, adalah Founder dan President MarkPlus&Co dan President World Marketing Association (WMA). Pada tahun 2003, dianugrahi gelar sebagai “50 gurus who have shaped the future of marketing” oleh CIM-UK, bersama satu orang wakil Asia yang lain, yakni Kenichi Ohmae dari Jepang.

1 komentar:

GHOZALI mengatakan...

lakukan segala sesuatu dengan berlandaskan cinta...

Posting Komentar