Tahukah Anda, apa kekuatan utama dalam
bisnis?
Uang? Bukan
Kekuasaan? Juga bukan
Lalu, apa ?
Cinta!!!!
Ya, kekuatan
utama yang mampu menggerakkan bisnis kita hingga mencapai kesuksesan adalah
cinta. Dalam berbisnis, kita sering lupa bahwa yang kita hadapi setiap hari
sebenarnya adalah manusia, bukan mesin atau computer. Sukses tidaknya kita
berbisnis banyak bergantung dari dukungan orang – orang sekitar kita. Jika
mereka mencintai kita, tentu mereka akan dengan sepenuh hati memberikan
segalanya buat diri kita.
Bayangkan saja
jika Anda sedang jatuh cinta kepada seseorang. Anda tentu selalu berusaha
menyenangkan Sang Kekasih, bukan ? Apapun yang dimintanya, pasti akan
diupayakan sekuat tenaga untuk dipenuhi Anda.
Selain itu, kita
pun tentu harus mencintai apa yang kita kerjakan. Dengan demikian, kita akan
melakukan pekerjaan itu dengan tulus, penuh komitmen, dan berusaha memberikan
yang terbaik dari diri kita.
Maka, cinta
bukan hanya elemen paling penting dalam kehidupan pribadi kita. Dalam kehidupan
professional atau bisnis, cinta juga sangat berperan penting.
Ini pulalah yang
dikemukakan Tim Sanders, Chief Solutions Officer di Yahoo!, dalam bukunya Love
is the Killer App. Untuk berhasil dalam bisnis, seseorang harus menjadi apa yang
disebut oleh Tim Sanders sebagai `lovecat'. `Lovecat' adalah seseorang yang
pintar, mampu menyenangkan orang lain, dan mencintai apa yang dikerjakannya
dengan sepenuh hati.
Seorang
`lovecat' akan terus berupaya menambah pengetahuannya (knowledge) dalam
berbagai bidang. Namun, pengetahuan ini baru akan menjadi berguna jika ia
membaginya dengan orang lain. Karena itu, jika harus terus menjalin dan
mengembangkan relasi dengan semua orang (network). Seorang `lovecat' juga harus
bisa menunjukkan rasa empati kepada orang lain dan tidak segan – segan membantu
jika diperlukan(compassion). Orang akan mengingat perlakuan baik kita ini. Dan
jangan lupa, sikap ini juga akan membuat orang lebih mudah memaafkan jika kita
membuat kesalahan.
Ketiga asset
tidak terlihat (intangible assets) inilah – pengetahuan (knowledge), menjalin
relasi (network), serta raa empati dan keinginan untuk selalu membantu
(compassion) – yang harus terus dikembangkan dalam diri kita. Inilah aspek –
aspek penting yang akan membuat kita mampu mempengaruhi orang lain, dan
akhirnya membuat mereka menghargai kita sebagai seorang rekan ataupun pimpinan.
Kita juga harus
menyadari, bisnis sebenarnya adalah sebuah permainan. Tentu saja, kita semua
ingin memenangkan `permainan bisnis' ini. Pemenang permainan ini adalah orang
yang mencintai apa yang ia kerjakan dengan memahami aturan – aturan permainan
secara baik.
Namun, jika
dibandingkan dengan pria, wanita tidak mengetahui dan memahami sebagian besar
aturan itu. Akibatnya, mereka kurang berhasil dalam `permainan bisnis' ini.
Bisa kita lihat, hanya sedikit wanita yang berhasil menduduki posisi puncak di
berbagai perusahaan. Mengapa ? Pria tahu dan paham aturan – atuaran ini karena
mereka menciptakannya. `Permainan bisnis' ini telah dimainkan oleh para pria
sejak mereka masih sangat muda. Di lain pihak, wanita tidak pernah diajarkan
bagaimana cara memainkan `permainan bisnis' ini.
Dalam bukunya
Play Like A Man, win Like A Woman, Gail Evans, seorang Executive Vice President
di CNN, mengatakan bahwa memang sudah dari sononya, pria lebih agresif, lebih
terus – terang, berani mempromosikan diri, `berkulit badak' , dan lebih
mementingkan mencapai kemenangan daripada menjaga hubungan baik.
Sebaliknya,
wanita diajarkan untuk lebih bersikap koorperatif daripada kompetitif, lebih
menikmati proses daripada hasil, dan lebih mencari persetujuan daripada mencari
kesuksesan. Wanita juga cenderung tidak berani mengungkapkan pendapatnya,
karena takut dianggap salah atau tidak sopan. Sifat – sifat dan sikap – sikap yang
kelihatannya saling bertolak belakang inilah yang membuat sebagian besar wanita
kurang berhasil menjadi pemimpin di lingkungan bisnis yang didominasi pria ini.
Jangan salah,
wanita tidak harus `menjadi' pria untuk berhasil dalam bisnis. Memang, wanita harus
mengetahui dan memahami aturan – aturan `permainan bisnis' ini. Namun, ia harus
tetap bersikap sebagai seorang wanita. Dengan kata lain, seorang wanita harus
mencintai `permainan bisnis' ini dan sekaligus mencintai dirinya sendiri.
Lantas, apa
hubungannya semua ini dengan lanskap bisnis Venus seperti yang sudah saya
ceritakan bulan lalu ?
Di dunia Venus
ini, keunggulan kompetitif utama kita sebagian besar berasal dari feel benefit,
bukan think benefit. Feeling atau perasaan merupakan akar yang dalam banyak hal
mempengaruhi semua perilaku, karena perasaan terkait dengan emosi. Emosi sangat
mempengaruhi pemikiran seseorang. Emosi membentuk dan mempengaruhi penilaian.
Emosi pula yang membentuk perilaku.
Ingatlah pula,
emosi ini `menular'. Maksudnya, jika karyawan perusahaan tidak mersa nyaman
dengan apa yang dikerjakannya, tentu ia tidak akan mampu memberikan perasaan
nyaman pula kepada pelanggan. Sebaliknya, jika karyawan itu mencintai apa yang
dikerjakannya, tentu ia akan dengan senang hati melayani pelanggan dan membuat
pelanggan merasa nyaman pula.
Maka,
perhatikanlah hal ini dengan sungguh – sungguh!
Pemenang utama
dalam `permainan bisnis' adalah orang yang mencintai apa yang dikerjakannya.
Kita tidak dapat bermain dengan baik jika kita tidak menikmatinya. Maka,
cintailah sebenarnya kebutuhan utama dan satu – satunya bagi kita, baik dalam
kehidupan pribadi maupun professional. Ingat apa yang diakatan The Beatles,
band legendaries yang juga merupakan band favorit saya, All You Need is Love ?
Bagaimana
pendapat Anda?
Sumber:
Berbisnis dengan Cinta oleh Hermawan Kartajaya. Hermawan Kartajaya, adalah
Founder dan President MarkPlus&Co dan President World Marketing Association
(WMA). Pada tahun 2003, dianugrahi gelar sebagai “50 gurus who have shaped the
future of marketing” oleh CIM-UK, bersama satu orang wakil Asia
yang lain, yakni Kenichi Ohmae dari Jepang.
1 komentar:
lakukan segala sesuatu dengan berlandaskan cinta...
Posting Komentar