IASB (AASB) mendefinisikan aset
sebagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan dimana diharapkan mendapatkan
manfaat ekonomi di masa depan. Berikut
definisi aset dengan hubungannya dalam tiga karakteristik :
§ Manfaat
ekonomi di masa depan (Future Economic Benefit)
IASB Framework
mendefinisikan nilai dari aset yang memiliki manfaat ekonomi dimasa depan
dimana berkaitan dengan kegiatan yang menghasilkan laba. Ada dua karakteristik
utama dari sumber daya ekonomi : kelangkaan dan utilitas. jika sumber daya
tidak langka (ada cukup untuk semua orang yang menginginkannya) maka sumber
daya tersebut tidak akan menjadi 'ekonomi'. utilitas berkaitan dengan manfaat
masa depan atau layanan. Kita bisa termasuk dalam pengertian utilitas semua
manfaat ekonomis masa depan dengan pertimbangan bahwa manfaat tersebut pada
akhirnya berhubungan dengan kepuasan yang manusia inginkan.
§ Kendali
oleh entitas (Control by an Entity)
Manfaat ekonomi
harus dikendalikan oleh entitas untuk memenuhi syarat sebagai aset. Pernyataan
Ijiri :
“Accounting
is not concerned with economic resource in general, but only those which are
under the control of a given entity.”
Maksudnya, akuntansi
tidak peduli dengan sumber daya ekonomi pada umumnya, tetapi hanya mereka yang
berada di bawah kendali suatu entitas yang diberikan. Aset harus dimiliki sebelum
dapat dianggap sebagai aset oleh perusahaan. Kepemilikan sering bersamaan dengan kontrol,
tetapi bukan merupakan karakteristik penting dari aset. misalnya, pertimbangkan
agen yang memiliki barang untuk dijual atas nama pelaku. barang tidak aset
agen, tetapi agen memiliki kontrol kepemilikan dan karena itu. posisi
alternatif juga mungkin, dimana ada manfaat dari kepemilikan tanpa kepemilikan,
seperti dalam kasus perjanjian sewa.
§ Kejadian-kejadian
dimasa lalu (Past Events)
Termasuk kualifikasi
yang aset harus dikendalikan oleh pelaporan sebagai akibat kejadian di masa
lalu untuk memastikan aset yang dikecualikan. misalnya, mesin sudah diakuisisi
oleh perusahaan adalah aset, tetapi sebuah mesin yang akan diperoleh sesuai
dengan anggaran bukanlah aset sampai telah diakuisisi, sejak peristiwa,
transaksi pembelian, belum terjadi.
§ Dipertukarkan
(Exchangeability)
Beberapa
penelitian berpendapat bahwa definisi aset harus mencakup kondisi bahwa aset
akan dipertukarkan. Dipertukarkan dalam artian item dipisahkan dari entity, dan
bahwa nilai disposal yang terpisah
dari nilai entri. Pada tahun 1939,
MacNeal menyatakan:
A good that lacks
axchangeability must lack economic value because its purchase or sale must
forever remain impossible, and thus no market price for it can ever exist. Maksudnya,
Baik yang tidak memiliki dipertukarkan harus nilai ekonomi karena kurangnya
pembelian atau penjualan selamanya harus tetap tidak mungkin, dan dengan
demikian tidak ada harga pasar untuk itu yang bisa eksis.
v Pengakuan Aset (Asset
Recognition)
Jelas
bahwa mengakui asset lebih penting dari sekedar mendefinisikan aset. Mengakui
aset pada neraca juga melibatkan kondisi yang bisa disebut “Recognition Rules”.
Beberapa aturan pengakuan secara informal sebagai konvensi, dan lainnya secara
resmi ditunjuk dalam pernyataan otoritatif. Dua contoh dari aturan pengakuan
konvensional :
»
Akun piutang dicatat
sebagai asset ketika penjualan kredit dibuat.
»
Peralatan dicatat
sebagai asset ketika dibeli.
v Pengukuran Aset (Asset
Measurement)
Ketika
criteria pengakuan dipertemukan, akuntan harus menentukan bagaimana mengukur
asset. Dasar pengukuran asset :
§ Aset
berwujud (Tangible Asset)
Pendekatan
tradisional mengukur asset berdasarkan
biaya historis. Sehubungan dengan IAS 16, manajer dapat memilih untuk
menggunakan model revaluasi untuk pengukuran selanjutnya. Pengukuran dapat
didasarkan pada nilai pasar yang diberikan oleh nilai profesional
berkualifikasi atau dapat diperkirakan oleh entitas berdasarkan pendapatan
disusutkan atau pendekatan biaya pengganti.
§ Aset
tidak berwujud (Intangible Asset)
Akuntansi
standar mengharuskan kita mengukur aset tidak berwujud dengan harga perolehan.
Penggunaan model nilai saat aktiva tidak berwujud jarang ditemukan, karena aset
tidak berwujud tidak memiliki biaya pasar aktif. Salah satu cara internal
aktiva tidak memiliki berwujud dapat muncul dalam neraca adalah melalui
kapitalisasi dari biaya pengembangan. Penilaian aset tidak berwujud cukup
controversial karena melibatkan penilaian subjektif dari nilai wajar.
§ Instrument
Financial (Instruments Financial)
Tiga kategori
dari asset yang termasuk sebagai financial asset. IAS 39 menciptakan kategori
yang terpisah dari asset keuangan dan kewajiban dan memperkenalkan asosiasi
peraturan pengukuran. Bagaimana seharusnya asset dan kewajiban di ukur ? kita
tahu dominasi pengukuran asset adalah historical cost.
v Tantangan Bagi Penyusun
Standar
Pembuatan
kerangka konseptual mempengaruhi penyusunan standar untuk mengingat model
pengukurannya. Pengkritik mengklaim standar IASB yang memperkenalkan penggunaan
pengukuran Nilai wajar, meskipun Cairns bersikukuh menolak klaim tersebut.
Cairns mengatakan bahwa IFRS yang memperkenalkan pengukuran Nilai wajar pada
beberapa tanggal neraca dan beberapa aset dan liabilitas keuangan.
Bagaimana menghitung pengukuran nilai wajar
FASB dalam SFAS 157 Fair Value Measurements memberikan contoh teknik penilaian yang
biasa digunakan untuk mengestimasi nilai wajar :
§ Pendekatan
pasar
Menggunakan
harga pasar yang ada. Berapa harga jual aset yang dinilai dengan kondisi yang
sama (menggunakan dasar aset yang sejenis).\
§ Pendekatan
Income
Harga jual yang
lebih kecil dengan nilai wajar. Harapan akan nilai yang diperoleh dari
pengoperasionalan Aset
§ Pendekatan
Biaya
Pendekatan biaya
disesuaikan dengan mendasarkan diri pada kondisi yang sebenarnya.
v Isu Oleh Auditor
Jika menggunakan
Historical cost lebih mudah. Kita tinggal mencocokan angka dengan bukti
pendukung jika menggunakan nilai wajar tidak hanya melihat angka dari nilai
wajarnya tetapi juga disesuaikan dengan prosedur pelaksanaan nilai wajar._Rangkuman Materi Teori Akuntansi Godfrey_
0 komentar:
Posting Komentar