Selasa, 18 Desember 2012

gurunya adalah sebuah hutan

Dia,seorang gadis cantik bermain di taman belakang rumahnya. Terdapat hutan kecil dan danau di dekat taman belakangnya. Gadis itu sangat menikmati keindahan bunga-bunga yang harum dan menebarkan pesona yang indah. Dengan udara pagi yang dingin membuat kesejukan yang sangat diimpikan. Dia berjalan terus,seolah-olah dia punya beban hidup yang mengganggunya. Di sapanya kupu-kupu dengan penuh tawa kecil dan juga kicauan burung seperti memberikan nada yang indah. Dia pun tertawa kecil dibalik sakit yang dia rasakan. Tak di rasanya,dia sudah ada di hutan belakang rumahnya itu. Dia kaget,apakah dia akan terus berjalan ke dalam hutan itu atau akan kembali ke rumahnya. Namun, dia penasaran dengan hutan itu. Dia merasa hutan itu menariknya untuk mengajaknya masuk.


Dengan keyakinannya dia memasuki hutan itu. Dia terus berjalan menyusuri jalan"kecil,sambil memandangi pohon-pohon di sekelilingnya yang dianggapnya sebagai pelindungnya. Dia berhenti sejenak dan duduk beristirahat di bawah pohon. Dia pun mengingat,apa yang terjadi padanya. Di ingatnya diagnosa dokter yang mengatakan bahwa penyakitnya semakin parah. Kanker otak yang di deritanya sudah stadium akhir. Dia pun terdiam dalam lamunanya. Air mata menetes dengan sendirinya hingga membanjiri pipinya yang indah itu. Tersentaknya oleh sebuah burung merpati yang tiba-tiba menghampirinya. Burung itu mengantarkan sepucuk bunga berwarna pink yang terlihat begitu segar dan masih harum. Dia tersenyum menyambutnya,dan mulai menghapus air matanya. Dia pun kembali berpikir,sekedar menenangkan pikirannya. Dia pun bertanya kepada dirinya sendiri, "mengapa aku harus menangis mengingat semua itu? Apa sebenarnya yang kutakuti dari penyakitku? Untuk apa aku mempercayai kata dokter yang memberiku diagnosa seperti itu,toh dokter kan bukan tuhan? Dan apakah aku takut dengan kematian? Atau justru aku takut hidup dan tak mampuh berbuat apa-apa dan juga tak berguna lagi?" Pertanyaan-pertanyaan itu mucul seketika di pikirannya.Matanya pun terpejam dalam lelap. Dengan keletihannya memikirkan jawaban pertanyaannya itu. 


Dan dalam tidurnya dia bermimpi. Ada seorang nenek tua menghampirinya dan mengajaknya pergi ke suatu tempat. Dia pun mengikuti nenek tua itu. Di bawanya gadis itu melihat suatu kejadian yang menggugah hati. Kejadian yang membuat hatinya sakit dan merasa bahwa dia juga harus bisa semangat. Dia di bawa oleh nenek itu ke salah satu panti asuhan. Di sana terdapat seorang anak yang lahir dalam keadaan cacat fisik maupun mental. Tetapi anak itu tetap tersenyum. Dia menangis haru ketika melihat seorang gadis cantik di sampingnya. Dan anak itu hanya menuliskan sebaris kalimat, walaupun dengan tulisan yang sebenarnya tak dapat ku baca, tetapi dalam tulisannya anak itu berkata, "ikutilah kata hatimu"
hanya kalimat sesingkat itu,dia tak dapat lagi mendengar suara anak itu.



Dia pun terbangun,dan ternyata saat itu hari sudah mulai menjelang sore. Mimpinya tadi betul"menjadi sebuah inspirasinya. Dan memutuskan untuk singgah membasuh mukanya dengan air jernih dari sungai lalu kembali ke rumah.


Bertahun-tahun dia masih hidup. Tidak seperti yang dokter bilang kepadanya bahwa dia sudah mencapai stadium akhir, yang katanya umurnya tak lama lagi. Tapi apa yang terjadi sekarang. Dia sudah bisa kembali melanjutkan pekerjaanya sebagai seorang penulis dan psikolog. Kanker yang di deritanya itu tak pernah lagi dia pikirkan. Baginya itu hanya semcam penyakit biasa, seperti influenza yang terjadi jika pergantian cuaca. Dia hanya meminum obat dari dokter dan tetap mengikuti rutin check-up setiap bulannya.


3 tahun dia menjalani penyakit itu dengan stadium akhir. Rambutnya sudah tak ada lagi. Dia juga sekarang hidup sendiri. Yang dapat di kerjakannya hanya menulis di taman belakangnya. Baginya hutan itu telah menjadi gurunya. Dia pun menerbitkan bukunya yang terakhir dia menuliskan sebuat cerita pengalamannya saat di hutan. Dan sekarang dia pun terbaring di rumah sakit tak sadarkan diri. Tak ada satupun orang yang menemaninya di saat dia tak dapat lagi bangun. Tetapi dia masih punya semangat, karena bukanlah manusia yang tak peduli padanya yang di nantinya tetapi seekor burung merpati yang akan memberikannya sepucuk bunga lagi. Dia ingin sekali bisa sembuh,karena dia ingin kembali ke hutan itu. Dan dia berharap jika memang ajalnya akan menjemput dia ingin meninggal terbaring di hutan itu dan sudah menyampaikan salam perpisahannya kepada hutan itu yang sudah menjadi grurunya. Tapi apa dayanya. Dia tak dapat lagi membuka matanya. Dia sudah terlelap dan beristirahat. Dia menutup matanya dengan senyuman. Dan terus tetap membisu dan menutup mata.


Terdapat beberapa pesan yang di sampaikan di bukunya. Dia sangat menghargai kehidupannya,apalagi setelah belajar dengan hutan yang dianggap sebagai gurunya.

by : Safirah Wardina Irianto Putri

0 komentar:

Posting Komentar